LOMBA SURAT UNTUK REKTOR
From : Muhammad
Reza Harahap
NIM : 1206112169
Dear
nakhoda UR,
Pertama, aneh bila saya menulis ini
dengan predikat “surat cinta”. Tapi, ini memang permainan utamanya. Supaya terkesan
normal, anggap saja ini sebagai “surat cinta” dari seorang pengagum antah
berantah yang teruntuk buat Bapak.
Bisakah
diterima dalam perspektif Bapak? Ngomong-ngomong mengenai “surat cinta”, rasanya
tidak sreeg bila sekedar mengisinya dengan
kata pengantar semata. Bila terangkai dalam kata-kata romantis? Puisi dibalut
sajak? Atau diciptakan insan yang dilanda kasmaran?! Jelas, itu orientasinya
kalangan romantikus. Tapi saya juga ingin “surat cinta” saya ini, beraliran realistis!
Dear Bapak Rektor, saya hampir lupa
dengan esensi terpenting dalam tujuan penulisan “surat cinta” saya ini. Saya
nyaris lupa merangkai bunga, tetapi bunganya
layu! Saya nyaris membawa kado spesial, sial diangkut Abang tukang laundry. Katanya mirip paket kemeja
cucian saya! Akhirnya terlintas dibenak saya, kata-kata Jamrud Band yang
melegenda itu.
“Maaf… bukannya pelit,
atau nggak mau, bermodal dikit…
Yang ingin aku, beri padamu do'a s'tulus hati ...
Smoga Tuhan, melindungi kamu,
Serta tercapai semua angan dan cita citamu…
Mudah mudahan diberi umur panjang…
Sehat selama - lamanya…
Selamat Ulang tahun… Selamat Ulang tahun…”
Ini bukan sarkastis! Saya hanya mencoba
merealisasikan wujud kado saya yang
hilang itu dalam sebuah lagu familiar. Dan itu hanya bisa dalam kans saya yang
terbatas ini. Jadi tolong, Bapak jangan menganggap ini sebagai pretensi yang
tak berdasar.
Saya lanjutkan, dear Bapak Rektor, yang telah genap berusia 696 bulan pada 22 Mei
nanti. Segala sesuatu bukan berarti tanpa resiko. Tentunya jabatan struktural
Bapak yang sebagai Rektor itu tak pelak dibumbui dengan kritik bin mimik dari
pelbagai pihak, terkhusus mahasiswa! Dan oleh sebab itu, saya hanya akan memuat
kinerja Bapak dalam kapasitas saya sebagai seorang mahasiswa amatir yang haus
akan sisi ilmiah. Jadi, bisakah Bapak mendengar curahan hati saya?
Bapak Rektor, ini
kejadian nyata. Ini erat korelasinya dengan temperatur Pekanbaru yang ekstrim akhir-akhir
ini. Saya sering bingung, ketika hendak
memakai baju pada saat pergi kuliah. Karena ujung – ujungnya pasti dibanjiri
keringat. Dan parahnya, semua lokal di Faperta nyaris tidak bisa meminimalisir ekskresi
saya itu. Saya bilang nyaris, karena memang ada satu lokal dengan AC NyaMat,
Nyala dan Mati! (Bukan berarti saya berpendapat AC lebih jago ketimbang kipas
angin!) Kalau sudah begitu, yang iba adalah Abang tukang laundry. Omzet tidak pelak bertambah, tapi mau tak mau, dia harus
bertarung dengan aroma khas itu!
Izinkan
saya, mencurahkan senandung rapsodi indah tercipta untuk Bapak. Berasaskan
idealisme cinta yang terselip lewat
syair-syair sakral penggetar jiwa. Bapak Rektor, andaikan cinta
mensosialisasikan dirinya melewati serangkaian sosiologi, kita akan bahagia. Renjana
yang teramat dalam ini, bisakah mengantarkan pada asmaraloka yang dipenuhi
substansi cinta?
Dear Bapak Rektor, akreditasi cinta ini
telah meningkat pada level A. Begitu langkah hibah untuk prodi yang juga
meninggikan akreditasi mereka. Afeksi ini juga menjalin kerjasamanya untuk tri
dharma cinta, kasih dan sayang. Begitu juga kerjasama UR dengan IPDN. Publikasi
jurnal cinta ini juga semakin signifikan, ketika pengalokasian dana penelitian
yang Bapak tetapkan.
Bapak, akhir-akhir ini saya merasa lebih bodoh
dibanding bocah turis yang berumur 5 tahun, mengenai English skill saya. Tapi bukankah ada TOEFL? Seyogyanya, iya. Tapi
kemarin, alhamdulillah saya lulus
dengan score yang pas-pasan. Tapi
bukankah itu tes insidentil yang bersifat formalitas belaka? Saya terkadang
merindukan bahasa asing tersebut, dalam hari-hari belajar saya.
Dear nakhoda UR, saya sangat mencintai
kapal yang bernama UR yang sedang Bapak nakhodai itu. Andai Greenpeace diundang, tentu mereka akan
mengapresiasi UR sebagai kampus yang dipenuhi seribu pohon. UI bisa saja kampus
biru, tapi kita adalah hijau! Dan tentu, para Greenpeace tersebut akan datang ke kampus menggunakan karcis masuk
kendaraan!
Terakhir,
teruntuk buat Bapak Rektor, harapan – harapan sang maha itu, apresiasikanlah!
Sepenuhnya akan bergantung pada ujung
tombak keputusanmu. Maka dari itu, buatlah keputusan terbaik dari dasar relung
hatimu, untuk kemaslahatan tempat saya, kami, para maha ini, dalam mentranformasikan
asa kewujud nyata. Supaya tempat kami, para maha ini, stagnan akan keluhuran
penciptaan insan terdidiknya.