Paradoks Keledai
Di suatu perkebunan sawit saat suasana sedang cerah, seekor rubah penguasa daerah sawit yang luas itu, meminta kancil, pegawai lapangannya untuk mencukur bulunya yang sudah mulai memanjang. Tiba-tiba mereka dikejutkan oleh kedatangan keledai dari belakang mereka. Sang keledai sedang membawa sekarung kedelai milik tuannya yang sedang singgah ke semak-semak di balik pohon sawit, buang air kecil.
Terus sang rubah bertanya, "Hai teman! Tidakkah engkau letih dengan pekerjaanmu itu?"
"Saya hanya menjalankan tugas sebagai pengantar barang, saudaraku!"
Sang kancil membisikkan sesuatu ketelinga rubah, "aku berani bertaruh kalau dia adalah hewan paling dungu, sama seperti sifatnya yang lamban!"
"coba buktikan perkataanmu tadi!" tantang si rubah kurang percaya.
"Baik!" si kancil merogoh saku celananya yang berisi kue-kue kering hasil curiannya selama hari raya kemarin.
Di tangan kanannya sudah ada banyak nastar dan putri salju. Sedangkan di tangan kirinya hanya ada kacang goreng, itupun bekas gigitan dari si kancil.
"Pilihlah dari keduanya!" ucap si kancil dengan penuh keyakinan.
Kemudian sang keledai memilih kacang goreng yang berada di tangan kiri kancil. Dengan penuh bangga, sang kancil kembali membisikkan sesuatu ke telinga rubah "nah, kamu mengerti kan apa maksudku? Memang bangsa mereka sudah lama dijuluki dengan sebutan DUNGU!!!" bisiknya sambil tertawa terkekeh-kekeh.
Setelah beberapa saat, sang keledaipun pamit pergi karena tuannnya sudah memanggilnya. Sang keledai menghampiri tuannya, untuk kemudian melanjutkan perjalannannya menuju ke kota. Sang rubah yang masih penasaran dengan keledai, diam-diam mengikuti sampai ke kota.
Di kota mereka bertemu lagi. Tanpa basa-basi, sang rubah langsung menanyakan tentang kejadian yang lalu. Dengan enteng sang keledai menjawab, "duhai saudaraku! Saya dengar apa yang telah kalian bisikkan tentang aku, apa kata orang mengenaiku aku tidak peduli. Adapun alasanku memilih kacang semata-mata agar temanku kancil yakin dengan persepsinya sendiri. sedangkan jika aku memilih kue maka yakinlah temanku kancil tidak akan memberinya, sungguh. Dan ini semua kulakukan agar kedepannya jikalau aku bertemu dengannya, temanku kancil tidak kapok memberiku kacang lagi . . . "
"Duhai keledai! Apa yang membuatmu secerdik itu, sehingga lain dari kondisi rata-rata temanmu?!" kata rubah sedikit menyinggung.
"Aku tahu kalau memang aku dungu, tapi tahukah kamu kalau ternyata kedunguanku bisa disembuhkan dengan belajar dan terus belajar?!"
Rubah terdiam.
"Saya hanya menjalankan tugas sebagai pengantar barang, saudaraku!"
Sang kancil membisikkan sesuatu ketelinga rubah, "aku berani bertaruh kalau dia adalah hewan paling dungu, sama seperti sifatnya yang lamban!"
"coba buktikan perkataanmu tadi!" tantang si rubah kurang percaya.
"Baik!" si kancil merogoh saku celananya yang berisi kue-kue kering hasil curiannya selama hari raya kemarin.
Di tangan kanannya sudah ada banyak nastar dan putri salju. Sedangkan di tangan kirinya hanya ada kacang goreng, itupun bekas gigitan dari si kancil.
"Pilihlah dari keduanya!" ucap si kancil dengan penuh keyakinan.
Kemudian sang keledai memilih kacang goreng yang berada di tangan kiri kancil. Dengan penuh bangga, sang kancil kembali membisikkan sesuatu ke telinga rubah "nah, kamu mengerti kan apa maksudku? Memang bangsa mereka sudah lama dijuluki dengan sebutan DUNGU!!!" bisiknya sambil tertawa terkekeh-kekeh.
Setelah beberapa saat, sang keledaipun pamit pergi karena tuannnya sudah memanggilnya. Sang keledai menghampiri tuannya, untuk kemudian melanjutkan perjalannannya menuju ke kota. Sang rubah yang masih penasaran dengan keledai, diam-diam mengikuti sampai ke kota.
Di kota mereka bertemu lagi. Tanpa basa-basi, sang rubah langsung menanyakan tentang kejadian yang lalu. Dengan enteng sang keledai menjawab, "duhai saudaraku! Saya dengar apa yang telah kalian bisikkan tentang aku, apa kata orang mengenaiku aku tidak peduli. Adapun alasanku memilih kacang semata-mata agar temanku kancil yakin dengan persepsinya sendiri. sedangkan jika aku memilih kue maka yakinlah temanku kancil tidak akan memberinya, sungguh. Dan ini semua kulakukan agar kedepannya jikalau aku bertemu dengannya, temanku kancil tidak kapok memberiku kacang lagi . . . "
"Duhai keledai! Apa yang membuatmu secerdik itu, sehingga lain dari kondisi rata-rata temanmu?!" kata rubah sedikit menyinggung.
"Aku tahu kalau memang aku dungu, tapi tahukah kamu kalau ternyata kedunguanku bisa disembuhkan dengan belajar dan terus belajar?!"
Rubah terdiam.