--> Skip to main content

MAKALAH PEMBERDAYAAN MASYARAKAT PAPER GENDER DAN PEMBERDAYAAN PEREMPUAN



PAPER, GENDER, DAN, PEMBERDAYAAN, PEREMPUAN


Oleh : Muhammad Reza Harahap
NIM : 1206112169
Kelas : Agribisnis A


1.1. Pengertian Gender
Pengertian gender menurut para ahli, antara lain :
1. Gender adalah peran sosial dimana peran laki-laki dan peran perempuan ditentukan (Suprijadi dan Siskel, 2004).
2. Gender adalah perbedaan status dan peran antara perempuan dan laki-laki yang dibentuk oleh masyarakat sesuai dengan nilai budaya yang berlaku dalam periode waktu tertentu (WHO, 2001).
3. Gender adalah perbedaan peran dan tanggung jawab sosial bagi perempuan dan laki-laki yang dibentuk oleh budaya (Azwar, 2001).
4. Gender adalah jenis kelamin sosial atau konotasi masyarakat untuk menentukan peran sosial berdasarkan jenis kelamin (Suryadi dan Idris, 2004).
Istilah gender seringkali tumpang tindih dengan istilah seks (jenis kelamin), padahal dua kata itu merujuk pada bentuk yang berbeda. Seks merupakan pensifatan atau pembagian dua jenis kelamin manusia yang ditentukan secara biologis yang melekat pada jenis kelamin tertentu. Sementara gender adalah sebagai keadaan dimana individu yang lahir secara biologis sebagai laki-laki dan perempuan yang kemudian memperoleh pencirian sosial sebagai laki-laki dan perempuan melalui atribut-atribut maskulinitas dan feminitas yang sering didukung oleh nilai-nilai atau sistem dan simbol di masyarakat yang bersangkutan.
Konsep gender merupakan suatu sifat yang melekat pada kaum laki-laki maupun perempuan yang dikonstruksikan secara sosial maupun kultural. Misalnya, laki-laki itu dipersepsikan kuat, rasional, perkasa. Sedangkan perempuan itu lebih lembut, lebih berperasaan, dan keibuan. Ciri-ciri tersebut sebenarnya bisa dipertukarkan. Artinya ada laki-laki yang lembut dan lebih berperasaan. Demikian juga ada perempuan yang kuat, rasional, dan perkasa. Perubahan ini dapat terjadi dari waktu ke waktu dan bisa berbeda di masing-masing tempat dengan nilai kebudayaan yang berbeda juga.

Perbedaan Seks dengan Gender sebagai berikut :
Seks
Gender
Biologis, dibawa sejak lahir (nature)
Dibentuk oleh Sosial (nurture)
Bersifat Universal
Berbeda Setiap Budaya
Tidak dapat diubah
Dapat diubah
Sama dari waktu ke waktu (Permanen)
Berbeda dari waktu ke waktu (Dinamis)

1.2. Pemberdayaan Perempuan
Pemberdayaan perempuan merupakan upaya untuk mengatasi hambatan guna mencapai pemerataan atau persamaan bagi laki-laki dan perempuan pada setiap tingkat proses pembangunan. Teknik analisis pemberdayaan atau teknik analisis Longwe sering dipakai untuk peningkatan pemberdayaan perempuan khususnya dalam pembangunan. Sara H. Longwee mengembangkan teknik analisis gender yang dikenal dengan Kerangka Pemampuan Perempuan. Metode Sara H. Longwee mendasarkan pada pentingnya pembangunan bagi perempuan, bagaimana menangani isue gender sebagai kendala pemberdayaan perempuan dalam upaya memenuhi kebutuhan spesifik perempuan dan upaya mencapai kesetaraan gender (Muttalib, 1993).
Menurut Novian (2010) pemberdayaan perempuan adalah upaya pemampuan perempuan untuk memperoleh akses dan kontrol terhadap sumber daya, ekonomi, politik, sosial, budaya, agar perempuan dapat mengatur diri dan meningkatkan rasa percaya diri untuk mampu berperan dan berpartisipasi aktif dalam memecahkan masalah, sehingga mampu membangun kemampuan dan konsep diri. Pemberdayaan perempuan merupakan sebuah proses sekaligus tujuan. Sebagai proses, pemberdayaan adalah kegiatan memperkuat kekuasaan dan keberdayaan kelompok lemah dalam masyarakat. Sebagai tujuan, maka pemberdayaan merujuk pada keadaan atau hasil yang ingin dicapai oleh perubahan sosial, yaitu masyarakat menjadi berdaya.
Kriteria analisis yang digunakan dalam metode ini adalah (1) tingkat kesejahteraan, (2) tingkat akses (terhadap sumberdaya dan manfaat), (3) tingkat penyadaran, (4) tingkat partisipasi aktif (dalam pengambilan keputusan), dan (5) tingkat penguasaan (kontrol). Pemahaman akses (peluang) dan kontrol (penguasaan) disini perlu tegas dibedakan. Akses (peluang) yang dimaksud di sini adalah kesempatan untuk menggunakan sumberdaya ataupun hasilnya tanpa memiliki wewenang untuk mengambil keputusan terhadap cara penggunaan dan hasil sumberdaya tersebut, sedangkan kontrol (penguasaan) diartikan sebagai kewenangan penuh untuk mengambil keputusan atas penggunaan dan hasil sumberdaya. Dengan demikian, seseorang yang mempunyai akses terhadap sumberdaya tertentu, belum tentu selalu mempunyai kontrol atas sumberdaya tersebut, dan sebaliknya.
Pendekatan pemberdayaan (empowerment) menginginkan perempuan mempunyai kontrol terhadap beberapa sumber daya materi dan nonmateri yang penting dan pembagian kembali kekuasaan di dalam maupun diantara masyarakat (Moser dalam Daulay, 2006). Di Indonesia keberadaan perempuan yang jumlahnya lebih besar dari laki – laki membuat pendekatan pemberdayaan dianggap suatu strategi yang melihat perempuan bukan sebagai beban pembangunan melaikan potensi yang harus dimanfaatkan untuk menunjang proses pembangunan.
Menurut Moser dalam Daulay (2006) bahwa strategi pemberdayaan bukan bermaksud menciptakan perempuan lebih unggul dari laki – laki kendati menyadari pentingnya peningkatan kekuasaan, namun pendekatan ini mengidentifikasikan kekuasaan bukan sebagai dominasi yang satu terhadap yang lain, melainkan lebih condong dalam kapasitas perempuan meningkatkan kemandirian dan kekuatan internal. Menurut Suyanto dan Susanti (1996) dalam Daulay (2006) bahwa yang diperjuangkan dalam pemberdayaan perempuan adalah pemenuhan hak mereka untuk menentukan pilihan dalam kehidupan dan mempengaruhi arah perubahan melalui kesanggupan untuk melakukan kontrol atas sumber daya material dan nonmaterial yang penting.
Mengukur keberhasilan program pembangunan menurut perspektif gender, tidak hanya dilihat dari peningkatan kesejahteraan masyarakat atau penurunan tingkat kemiskinan. Tetapi lebih kepada sejauhmana program mampu memberdayakan perempuan. Dalam mengukur pengaruh sebuah kebijakan, dan atau program pembangunan terhadap masyarakat menurut perspektif gender, Moser mengemukakan dua konsep penting, yakni pemenuhan kebutuhan praktis dan kebutuhan strategis gender. Pemberdayaan perempuan berdasarkan analisis gender adalah membuat perempuan berdaya dalam memenuhi kebutuhan praktis gender dan kebutuhan strategis gender. Analisis kebutuhan praktis dan strategis berguna untuk menyusun suatu perencanaan ataupun mengevaluasi apakah suatu kegiatan pembangunan telah mempertimbangkan ataupun ditujukan untuk memenuhi kebutuhan yang dirasakan baik oleh laki-laki maupun perempuan (Moser dalam Daulay, 2006).
Suatu program pembangunan yang berwawasan gender seharusnya berusaha untuk mengidentifikasi ataupun memperhatikan kebutuhan komunitas. Dengan menggunakan pendekatan Gender And Development, kebutuhan komunitas tadi dibedakan antara kebutuhan laki-laki dan perempuan baik bersifat praktis maupun strategis. Kebutuhan praktis berkaitan dengan kondisi (misalnya: kondisi hidup yang tidak memadai, kurangnya sumberdaya seperti pangan, air, kesehatan, pendidikan anak, pendapatan, dll), sedangkan kebutuhan strategis berkaitan dengan posisi (misalnya: posisi yang tersubordinasi dalam komunitas atau keluarga).
Pemenuhan kebutuhan praktis melalui kegiatan pembangunan kemungkinan hanya memerlukan jangka waktu yang relatif pendek. Proses tersebut melibatkan input, antara lain seperti peralatan, tenaga ahli, pelatihan, klinik atau program pemberian kredit. Umumnya kegiatan yang bertujuan memenuhi kebutuhan praktis dan memperbaiki kondisi hidup akan memelihara atau bahkan menguatkan hubungan tradisional antara laki-laki dan perempuan yang ada. Kebutuhan strategis biasanya berkaitan dengan perbaikan posisi perempuan (misalnya memberdayakan perempuan agar memperoleh kesempatan lebih besar terhadap akses sumberdaya, partisipasi yang seimbang dengan laki-laki dalam pengambilan keputusan) memerlukan jangka waktu relatif lebih panjang.

1.2.1 Tujuan Pemberdayaan Perempuan
Tujuan pemberdayaan perempuan adalah untuk menantang ideologi patriarkhi yaitu dominasi laki – laki dan subordinasi perempuan, merubah struktur dan pranata yang memperkuat dan melestarikan diskriminasi gender dan ketidakadilan sosial (termasuk keluarga, kasta, kelas, agama, proses dan pranata pendidikan). Pendekatan pemberdayaan memberi kemungkinan bagi perempuan miskin untuk memperoleh akses dan penguasaan terhadap sumber – sumber material maupun informasi, sehingga proses pemberdayaan harus mempersiapkan semua struktur dan sumber kekuasaan.
Argumentasi yang melihat implikasi pengaruhnya terhadap laki – laki dari pemberdayaan perempuan ini adalah pemberdayaan ini juga membebaskan dan memberdayakan kaum laki – laki dalam arti material dan psikologis. Kaum perempuan memperkuat dampak gerakan politik yang didominasi kaum laki – laki dengan memberikan energi, wawasan, kepentingan dan strategi baru. lebih penting lagi dampak psikologis, jika perempuan menjadi mitra setara maka kaum laki – laki dibebaskan dari penindasan dan pengeksploitasian dari stereotip gender yang pada dasarnya membatasi potensi laki – laki sebagaimana juga perempuan untuk mengekspresikan diri dan mengembangkan pribadinya (Tan, 1995).
Kebudayaan global tengah mendesak kepentingan kesetaraan gender keseluruh penjuru dunia termasuk Indonesia. Tidaklah mungkin diingkari, kita telah melepaskan  pemahaman kuno yang memandang perempuan secara kodrati hanyalah "konco wingking" belaka, tetapi masih diharapkan "kewajiban domestik" dapat tertanggulangi bersama secara kemitrasejajaran serta dengan berbagi perandalam keluarga yang sejahtera.
Dengan adanya pembaharuan hukum, pemberdayaan perempuan dalam pembangunan dibidang politik telah diwujudkan  dengan terpilihnya seorang perempuan sebagai Presidenyang juga selaku Kepala Negaramemegang pimpinan bangsa dan negara Republik Indonesia yang kita cintai ini merupakan kebanggan kita bersama.

1.2.2. UU No. 7 Tahun 1984 Tentang Konvensi Mengenai Penghapusan  Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Wanita
Dukungan Pemerintah RI terhadap tujuan Konvensi Mengenai Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Wanita (Konvensi Wanita) yang dikemukan dalam keterangan Pemerintah di DPR Jakarta, 27 Februari 1984 antara lain menghapuskan diskriminasi dalam segala bentuk-bentuknya terhadap wanita dan mungkin dalam terwujudnya prinsip-prinsip persamaan hak bagi wanitadi bidang politik, hukum, ekonomi, dan sosial budaya.
Konvensi Wanita secara konkrit menekankan Kesetaraan dan keadilan antara Perempuan dan Laki-laki (genderequality and equity), persamaan hak dan kesempatan serta perlakukan adil disegala bidang dalam semua kegiatan meskipun diakui adanya perbedaan:
1.  Perbedaan biologi/kodrati antara perempuan dan laki-laki.
2. Perbedaan perlakuan terhadap perempuan berdasarkan gender dengan akibat dimana perempuan dirugikan:
-  perempuan sebagai subordinasi laki-Iaki baik dalam keluarga maupun masyarakat.
-  pembatasan kemampuan dan kesempatan untuk memanfaatkan peluang yang ada untuk tumbuh berkembang secara optimal, menyeluruh dan terpadu Peluang untuk berperan dalam pembangunan dan menikmati hasil pembangunan.
3.  Perbedaan kondisi dan posisi perempuan terhadap laki-Iaki dimana perempuan berada dalam kondisi dan posisi yang lemah karena sejak semula sudah dipolakan adanya diskriminasi dalam budaya adat atau karena lingkungan keluarga, masyarakat yang tidak mendukung adanya kesetaraan dan kemandirian perempuan.
4.  Prinsip dasar dari Konvensi Wanita yang kita buat yaitu :
a.  Prinsip persamaan substantif
b.  Prinsip non diskriminasi
c.  Prinsip kewajiban negara.


1.2.3. Sasaran Program Pemberdayaan Perempuan
Secara umum sasaran dari program pemberdayaan perempuan, pertama meningkatnya kualitas sumber daya perempuan di berbagai kegiatan sektor dan subsektor serta lembaga dan nonlembaga yang mengutamakan peningkatan kemampuan dan keahlian kaum perempuan. Kedua, mewujudkan kepekaan, kepedulian gender dari seluruh masyarakat, penentu kebijakan, pengambil keputusan, perencana dan penegak hukum serta pembaharuan produk hukum yang bermuatan nilai sosial budaya serta keadilan yang berwawasan gender. Sasaran ketiga yaitu mengoptimalkan koordinasi dalam pengelolaan pemberdayaan perempuan yang meliputi aspek perencanaan, pelaksanaan, pengendalian, pemantauan, evaluasi dan pelaporan.

1.3. Kesimpulan
Pemberdayaan perempuan harus berjalan secara kontinyu dengan sasaran peserta yang lebih luas lagi, sehingga semua perempuan mempunyai kesempatan yang sama untuk ikut berpartisipasi dalam program pemberdayaan ini. Kemudian agar setiap program pemberdayaan perempuan dapat berjalan secara optimal, pemerintah harus mendukung penuh dengan memberikan bantuan dana maupun hal – hal lain yang dibutuhkan dalam kegiatan pemberdayaan perempuan.

1.4. Daftar Pustaka
Daulay, Harmona. 2006. Pemberdayaan Perempuan: Studi Kasus Pedagang Jamu di Geding Johor Medan. Jurnal Harmoni Sosial, Volume I Nomor I, September 2006.
Martono, Nanang. 2011. Sosiologi Perubahan Sosial: Perspektif Klasik, Modern, Posmodern, dan Poskolonial. Rajawali Press: Jakarta.
Muttalib, Jang A. 1993. Menggunakan Kerangka Pemampuan Wanita, dalam Moeljarto.
Tjokrowinoto, dkk. Bahan Pelatihan Jender dan Pembangunan. Kantor Menteri Negara UPW.
Tan, Mely G. 1995. Perempuan dan Pemberdayaan. Makalah dalam Kongres Ikatan Sosiologi Indonesia (ISI). Ujung Pandang.

Comment Policy: Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik postingan halaman ini. Komentar yang berisi tautan tidak akan ditampilkan sebelum disetujui.
Buka Komentar
Tutup Komentar